Asal usul kopi liberika Tungkal Jambi berawal dari Sayuti, seorang petani yang tertarik dengan kopi liberika. Dia bawa biji kopi dari Malaysia dan tanam di tanah petak di Kelurahan Mekar Jaya, Betara, Tanjung Jabung Barat, Jambi sekitar 1940.
Duapuluh tahun kemudian, liberika mulai dibudidayakan di Desa Parit Lapis, Mekar Jaya. Terus dan terus, hingga meluas sampai ribuan hektar di pesisir pantai timur Jambi, mayoritas lahan gambut.
Catatan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Tungkal, Jambi, ada 2.710 hektar perkebunan kopi liberika di enam kecamatan gambut, yakni, Betara, Bram Itam, Pengabuan, Senyerang, Tungkal Ilir, dan Kuala Betara.
Pada 6 Desember 2013, Menteri Pertanian, Suswono mengeluarkan surat keputusan menetapkan varietas kopi di Tanjung Jabung Barat, dengan nama liberika Tungkal komposit (libtukom).
Masyarakat Tungkal lebih umum pakai nama kopi excelsa. Kopi libtukom punya rasa cukup menarik untuk diperhitungkan di perdagangan pasar maupun di lidah pecinta kopi.
Dalam sertifikat indikasi geografis (IG) dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM tanggal 23 Juli 2015, tertulis hasil uji citarasa oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia, menyimpulkan, kopi liberika Tungkal Jambi dengan proses olah basah kopi peram (OBKP) memiliki citarasa herbal, rubbery, rutter sourish and too high acidity.
Produksi kopi Indonesia didominasi robusta, hampir 83% dari produksi. Sumatera Selatan dan Lampung, penghasil robusta terbesar Indonesia.
Dataran tinggi Aceh dan Sumatera Utara penghasil arabika terbesar, 17% total produksi kopi Indonesia dari sana. Sebagian kecil liberika di Jambi.
Budidaya dan pengembangan kopi liberika perlu dilakukan, jangan hanya kopi liberika Tungkal Jambi, mengingat besarnya potensi pasar ekspor ke negara tetangga.
Sumber: Sains Kompas
Pingback: Sejarah Kopi Liberika di Indonesia